Di Indonesia, aluminium berasal dari hasil eksplorasi tambang bauksit yang banyak terdapat di pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kalimantan Barat. Wilayah ini juga memiliki fasilitas pemurnian bauksit modern, yang memungkinkan untuk memproduksi aluminium dalam jumlah banyak dengan kualitas terbaik. itu sebabnya, Indonesia tercatat sebagai salah negara pengekspor aluminium terbesar di dunia.
Prancis adalah salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor aluminium dari Indonesia. Nilai transaksinya cukup besar, rata-rata mencapai 2,907,235.850 USD pertahun, berdasarkan data dari 1995 sampai 2022. (dikutip dari ceicdata.com).
KEBUTUHAN ALUMINIUM PRANCIS
Aluminium sudah menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan Prancis, sejak jaman kaisar Napoleon III berkuasa dari tahun 1851 hingga 1870. Aluminium tersebut dibuat menjadi senjata dan baju zirah alias pakaian atau lapisan pelindung yang dikenakan untuk melindungi tubuh dari senjata atau benda yang dapat memberi luka fisik.
Mengingat begitu besarnya kebutuhan akan aluminium, Kaisar Napoleon III pernah mendanai seorang ilmuwan guna melakukan penelitian untuk mendapatkan aluminium murni secara mudah dan cepat.
Ilmuwan yang bernama Henri Sainte-Claire Deville pada akhirnya memang berhasil menemukan satu metode kimiawi, akan tetapi metode tersebut membutuhkan proses pengerjaan yang cukup lama.
Napoleon III yang frustrasi dengan hasil penelitian tersebut kemudian melebur sebagian besar persediaan aluminium di Prancis untuk dijadikan alat makan.
Karena pada saat itu harga aluminium memang sangat mahal melebihi harga emas, maka hanya Napoleon III dan para tamu kehormatannya yang boleh menggunakan peralatan makan dari aluminium tersebut. Sementara semua orang di meja makan kekaisaran menggunakan peralatan dari emas.
Akan tetapi kemajuan teknologi telah berhasil menemukan metode untuk memperoleh aluminum dengan lebih mudah dan cepat, yaitu menggunakan proses Hall-Heroult.
Proses tersebut diberi nama sesuai dengan hasil penemuan dua orang yang umurnya sama (23 tahun) namun berada ditempat yang berbeda, yakni Charles Martin Hall di Amerika dan Heroult di Paris pada tahun 1886.
Dengan proses Hall-Heroult, harga aluminium yang bisa turun secara drastis pada era tersebut. Namun harga aluminium kembali meroket sesaat setelah terjadi perang dunia.
DAMPAK KENAIKAN HARGA ALUMUNIUM PADA PRODUKSI CITROEN 2CV
Harga aluminium yang naik hingga 40% pada tahun 1941, berdampak secara signifikan pada kinerja pabrik mobil asal prancis yaitu Citroen.
Pada saat itu Citroen memang sedang membutuhkan Aluminium dalam jumlah banyak, untuk membuat panel bodi 2CV.
Kenaikan harga aluminium yang sangat tinggi, akan membuat harga jual 2CV menjadi lebih mahal, sehingga tidak terjangkau dan tidak sesuai dengan tujuan awal Citroen ketika merancangnya sebagai mobil untuk petani yang tinggal di desa.
Citroen memilih Aluminium karena sifat materialnya yang ringan, kuat, dan dapat menghantarkan panas dengan baik. Aluminium juga tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas.
Para ahli di pabrik Citroen kemudian memadukan Aluminium dengan Magnesium, unsur kimia dengan lambang Mg dan nomor atom 12, untuk mendapatkan material yang lebih mudah ditempa serta tahan menghadapi temperatur yang sangat rendah.
Untuk mengatasi harga aluminium yang melambung tinggi, Citroen kemudian mendesain ulang mobil 2CV dan mengganti aluminium dengan baja untuk membuat panel bodinya.