Yang pertama adalah misi penyelamatan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda atau Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Nederlands(ch)-Indië). Sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut daerah yang diduduki oleh Belanda pada saat itu. Wilayah tersebut pada saat ini dikenal dengan nama Republik Indonesia.
Peristiwanya, seperti dikutip dari website arsip nasional Indonesia yaitu anri.go.id, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Arschief Ordonantie yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat menjamin keselamatan arsip-arsipnya.
Isinya menyatkan bahwa: semua arsip-arsip yang ada pada saat itu adalah hak milik tunggal pemerintah Hindia Belanda, batas usia arsip yang harus diselamatkan adalah adalah 40 tahun dan jika sudah melebihi, maka akan diserahkan kepada Algemeen Landarchief di Batavia (Jakarta).
Yang kedua adalah misi penyelamatan yang dilakukan oleh pabrik mobil citroen, pada proyek 2CV yang pada saat itu sangat dirahasiakan. Pada bulan Mei tahun 1940, Prancis salah satu wilayah yang diduduki oleh Jerman, setelah menguasai Polandia (pada bulan September 1939), Denmark (April 1940), Norwegia (April 1940), Belgia (Mei 1940), Belanda (Mei 1940), Luksemburg (Mei 1940). Setelah Prancis, jerman juga menduduki Yugoslavia (April 1941), dan Yunani (April 1941).
Untuk memenuhi kebutuhan perang, jerman memaksa Citroen untuk membuat kendaraan tempur. Citroen yang pada saat itu dipimpin oleh Boulanger, menolak permintaan tersebut karena tidak mau kasus pabrik mobil Volkswagen yang dipaksa merubah desain Beetle menjadi Kübelwagen, kendaraan utilitas ringan militer (military light utility vehicle), terjadi pada citroen.
Akibatnya, Gestapo, singkatan dari Geheime Staatspolizei, polisi rahasia resmi Jerman Nazi, mencantumkan nama Boulanger pada daftar musuh kekaisaran Jerman (enemy of the Reich) yang harus ditangkap dan di deportasi ke Jerman.
Boulanger kemudian merancang satu misi penyelamatan untuk mengamankan proyek 2CV. Caranya dengan menguburkan prototipe Citroen 2CV di beberapa lokasi rahasia. Satu unit citroen 2cv disamarkan sebagai pikap, sedangkan yang lainnya dihancurkan.
Merasa kecolongan, Nazi akhirnya berencana menjarah mesin press yang akan digunakan untuk membuat bodi mobil Citroën. Untuk mencegahnya, Boulanger kemudian memisah-misahkan peralatan tersebut, untuk dikirim berbagai tempat rahasia di eropa menggunakan kereta api. Meski tidak yakin bahwa semuanya akan bisa kembali setelah perang berakhir.
Untuk menjaganya, Boulanger meminta bantuan French Resistance (La Résistance) sebuah kelompok bersenjata yang melawan pendudukan Nazi.
Setelah perang berakhir pada tahun 1944, dengan prototipe yang bisa diselamatkan, Boulanger kembali melanjutkan proyek 2CV dengan tetap menggunakan mesin dua silinder berpendingin udara berkapasitas 375 cc, namun dilengkapi dengan transmisi baru yang dikembangkan oleh Walter Becchia.
Pada masa itu, mobil kecil buatan Prancis seperti Renault Juvaquatre, Peugeot 202 termasuk Citroen Traction, pada umumnya menggunakan transmisi tiga kecepatan. Akan tetapi “mobil rakyat” Fiat 500 “Topolino” buatan Italia tahun 1936, dilengkapi dengan transmisi empat kecepatan yang membuat performanya berbeda. Hal inilah yang menginspirasi Walter Becchia pada saat dimnta Boulanger untuk merancang transmisi baru untuk Citroen 2CV.
Tanpa memperbesar ukuran transmisi sebelumnya, Walter Becchia berhasil merancang transmisi empat percepatan dengan ongkos produksi yang tak jauh berbeda. Gigi keempat sebenarnya adalah overdrive, susunan gigi transmisi yang dirancang untuk memberikan efisiensi bahan bakar pada kecepatan tinggi.
Penambahan jumlah rasio roda gigi transmisi juga dimaksudkan untuk mengatasi semakin beratnya bobot Citroen 2CV karena beberapa perubahan yang terjadi yaitu:
- Material bodi dan sasis tidak lagi menggunakan material campuran alumunium dan magnesium melainkan baja yang lebih berat.
- Kursi juga diganti model baru, menggunakan rangka baja tubular dengan pegas karet gelang.
- Pembenahan ulang bodi oleh Flaminio Bertoni dari Italia.
- Citroen 2CV mulai menggunakan suspensi hidro-pneumatik.