Sesuai namanya, convertible atau disebut juga dengan istilah cabriolet, menunjukkan kemampuan mobil untuk berubah format dari mobil tanpa atap menjadi mobil yang memakai atap atau sebaliknya. Mobil jenis ini dikembangkan pada awal abad 19, dari roadster (istilah untuk mobil tanpa atap) sebagai cara untuk mengatasi beberapa keterbatasan, salah satunya adalah tidak bisa digunakan pada saat hujan.
Mekanisme awalnya hanya diterapkan pada atap kanvas dengan rangka, yang bisa dilipat, digeser atau dilepas untuk dimasukkan ke bagasi secara manual. Maksudnya, pemilik harus turun dari mobil dan melipat atapnya. Namun seiring perkembangan, material keras seperti hard top pun bisa dilipat dan masuk rapi dengan mekanisme yang lebih rumit.
Mengendarai kendaraan atap terbuka tentunya memiliki sensasi tersendiri. Apalagi di daerah pedesaan yang masih asri. Bagi anda yang ingin merasakannya, silahkan berkunjung ke kawasan Wulenpari.
Di tempat ini anda bisa menyewa mobil atap terbuka jenis VW 181 Thing, atau umum disebut sebagai VW Safari. Mobil ini sangat legendaris, karena diproduksi serta dipasarkan dari tahun 1968 hingga 1983.
Konsep rancangan awalnya adalah kendaraan serbaguna dengan model Convertible (beratap kanvas), untuk memenuhi kebutuhan Tentara Jerman di Perang Dunia II.
Namun pada perkembangannya juga dijual ke masyarakat umum hingga tahun 1980. Termasuk di Indonesia yang dirakit di Jakarta, Indonesia mulai dari tahun 1973 hingga 1980.
Beberapa unit VW jenis tesebut, dapat disewa di kawasan wisata Wulenpari, dengan biaya per orang hanya Rp150.000 saja. Pengelola kawasan wisata ini memang menggunakan VW Safari dengan atap yang bisa dibuka, agar pengunjung bisa menikmati sinar matahari dan segarnya udara desa.
Paket tersebut dimulai dari Wulenpari lalu dilanjutkan berkeliling ke geosite, seperti Gunung Ireng, Gunung Api Purba Nglanggeran, hingga kawasan wisata pembuatan topeng Bobung. Kemudian menikmati makanan sehat hingga beristirahat di kawasan wisata di bantaran Sungai Oya.
Untuk menuju ke Wulenpari, jika dari Yogyakarta ambil arah ke Gunungkidul. Kemudian cari tikungan Beji, dengan papan penunjuk untuk masuk kekawasan Jelok dan Wulenpari. Susuri terus jalan aspal untuk masuk ke samping jembatan permanen yang baru dibuat.
Nantinya, pengunjung akan melewati jembatan gantung untuk memasuki sebuah kawasan yang cukup asri, dengan hamparan hijau rumput dan bangunan tradisional.
Jika berkunjung pada saat akhir pekan, akan disambur dengan alunan musik tradisional yang syahdu. Puas menikmati kawasan wisata, pengunjung dapat menikmati keindahan bangunan berarsitektur Jawa yang difungsikan sebagai homestay, dengan suasana yang adem berkat rindangnya pepohonan yang ada disekitarnya.
Wulenpari juga mempunyai resto dan homestay. Di sana, pengunjung juga bisa belajar seputar pertanian organik. Bahkan, bisa memetik sayuran dari tanaman yang ditanam secara hidroponik di halaman dan memasak sendiri.
Sayuran pun beragam, mulai dari sawi hingga paprika. Jika ingin memasak dengan dibakar, tersedia pula daging yang bisa dibakar langsung dan dinikmati bersama sayuran segar seperti masakan Korea atau Jepang.
Sumber: kompas.com
.